Tidak sedikit pihak yang "percaya" bahwa Jokowi adalah arsitek kebohongan ijazah Palsu. Sementara banyak juga pihak yang meyakini bahwa ijazah Jokowi benar adanya dan dapat dipertanggungjawabkan. Sisanya, terus bergayut. Kadang percaya, kadang tidak, prinsipnya didikte oleh banjir narasi.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh semua pendukung; baik yang meragukan maupun yang meyakini. Mereka berlomba membangun analisis berbagai pendekatan bahkan melibatkan akademisi-akademisi bergelar Doktor dan Profesor. Sekalipun pihak Jokowi dan Universitas tempat dimana Jokowi dinyatakan lulus telah melakukan konfrensi press, namun tetap saja publik terbelah.
Tulisan ini kembali mengangkat topik ini dengan penekanan Jokowi sebagai arsitek Ijazah Palsu? Sengaja topik ini diberi tanda tanya sebagai pintu untuk mencari jawaban yang bisa memberi petunjuk terkait keberadaan ijazah tersebut.
Guna menjawab pertanyaan persebut, BPP (BukanPartaiPolitik) menghadirkan sebuah dialektika berbasis imajinasi perekayasaan. Sebut saja, Jokowi yang ijazahnya diraguna dituduh telah melakukan "perekayasaan" berbasis pendekatan atau "teori" penyelarasan. Artinya berlaku revisi jejak pemalsuan berdasarkan alur mundur.
Jokowi ditengarai telah mengarsiteki perekayasaan ijazah dengan terlebih dahulu meralat gelar Drs (doktorandus) menjadi Ir (Insinyur). Jika ditelisik, kemungkinan hal tersebut berubah sejak menjadi Gubernur. Sayangnya data perubahan hanya disampaikan berdasarkan sepotong berita yang menuliskan Drs Jokowidodo berkunjung ke PT Sritex. Jadi bukan berdasarkan pada ijazah atau surat-surat penting lainnya. Misalkan surat nikah, dll.
Jika Jokowi patut diduga mengarsiteki gelar kesarjanaan dan ijazah, itu berarti Jokowi perlu membangun Tim besar. Tim besar ini dibutuhkan dalam rangka menarasikan sesuatu yang melibatkan banyak pihak. Semua unsur dibutuhkan. Pertanyaannya, siapa Jokowi dan seberapa besar sumber daya yang dimilikinya untuk mampu membuat narasi pemalsuan ijazah seperti aslinya, alami dan runtut tahapannya.
Hal yang menjadi pertanyaan, bagaimana Jokowi yang bukan siapa-siapa, sekalipun orang dengan posisi politik sebagai kepala Daerah, tidak akan sanggup membuat Jokowi mampu mendikte sebegitu banyak pihak yang dengan mudah menggagalkan niatan Jokowi. Nilai pertukaran apa yang diterima semua pihak untuk "mengiyakan" kemauan seorang yang bukan orang "besar".
Menghadirkan Sekelompok teman kelas, para pembimbing, dan dokumen buku Alumni, didepan publik secara terbuka bukanlah cara jitu untuk menguatkan cerita seputar ijazah sekiranya itu palsu. Dan hal paling mengherankan, untuk kepntingan apa Jokowi mengarsiteki pemalsuan Ijazah jika persyaratan untuk menjadi kepala Daerah di tingkat manapun tidak membutuhkan syarat rendah gelar sarjana. Begitu juga untuk syarat menjadi presiden tidak dibutuhkan ijazah sarjana. Cukup sebagai rakyat dan berpendidikan SMA sederajat.
Foto yang dipersoalkan, keraguan publik atas foto dengan aksesoris kaca mata yang dipandang "tabu" digunakan dalam ijazah juga terbantahkan. Terlebih ketika tuduhan menggunakan Foto yang bukan dirinya. Dokumen akta nikah sebenarnya dapat dipakai membantah keraguan tersebut.
Disebutkan Jokowi menikah degan ibu Iriana tahun 1986, setahun setelah lulus. Foto yang ada di buku nikah menunjukkan foto yang sama sebagaimana digunakan diijazah. Itu artinya, keberadaan foto tersebut sama dan menunjukkan orang yang sama.
Untuk kepentingan apa Jokowi menaruh foto yang bukan dirinya guna membuat akta nikah atau buku nikah? Jadi, dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa dugaan Jokowi telah mengarsiteki penipuan terbantahkan.
Admin, BPP
Foto, Google
Komentar0