GUA0GfA9TpA5GUGlTfYiGUG6TY==

BUDAYA MENGUNDURKAN DIRI


Hampir setiap organisasi mengalami apa yang disebut "pengunduran diri" yang dilakukan oleh anggota bahkan pada tingkat pengurus elitnya. Pengunduran diri dipandang sebagai sebuah solusi tercepat menghindarkan diri dari keterjebakan dalam ruang lingkup kewajiban yang menyiksa. Dan pilihan pengunduran diri dianggap sebagai jalan terbaik, demi kebaikan bersama. Setidaknya demikian beberapa buah pikir mereka-mereka yang menarik diri.

Apakah pengunduran diri merupakan pilihan terbaik dalam mengelola organisasi yang potensial selalu dihadapi sekalipun telah diupayakan berbagai pendekatan agar membuat organisasi statibl dan tidak terkuras enerjinya? Apakah pengunduran diri baik bagi pelakunya? Apakah organisasi akan mendapatkan selalu pengganti yang lebih baik? Setidaknya beberapa pertanyaan tersebut muncul dalam benak kita.

Dalam pengalaman ahli sekelas WArren Bennis, Ia memandang bahwa kasus pengunduran dirinya mengajarinya bahwa hal tersebut merupakan sebuah keputusan yang tidak menjamin efektif. Apapun alasan dari sebuah proses pengunduran diri, bahwa penguduran diri bukanlah satu-satunya jalan solutif. Seringkali, pengunduran diri merupakn keputusan yang tampaknya mudah, akan tetapi hal tersebut dapat menyisakan sisi gelap atau hal yang tidak dapat dipahami. 

Kita tidak pernah dapat memastikan bahwa pengunduran diri merupakan keputusan yang terbaik bagi organisasi atau bagi kita. Tentu, perkecualiannya adalah tindakan pelanggaran kode etik organisasi. Selain itu, pengunduran diri oleh karena ketidak cocokan prinsip sebaiknya perlu dipertimbangkan secara lebih ketat, seperti sebagai sebuah "pilihan sulit" ketimbang pilihan mudah.

Dari beragam model pengunduran diri; misalnya pengunduran diri yang senyap dan pengunduran diri9 yang "bising", pengunduran kedualah yang paling merusak suasana organisasi. Keluar dengan kemudian berkoar-koar, meletupkan amarah, kritik beracun menjadi sebuah model pengunduran diri yang secara prinsip lebih mendatangkan daya perusak bagi mereka yang mengundurkan diri ketimbang bagi organisasi.

Masih dalam pandangan Warren Bennis, dalam bukunya, " Managing People is Like Herding Cats", pengunduran diri, dengan sikap protes, ia atau mereka tidak akan menuju ke mana-mana. Mereka akan mengalami "rasa sakit" yang menggembosi diri, melemahkan visi dan meracuni gairah pencapaian di masa mendatang. Akan cenderung membicarakan orang ketimbang gagasan. Sibuk mengumpulkan "guru-guru" yang memuaskan dahaga pencarian "dukungan" yang pastinya tidak akan pernah mereka dapatkan.

Karena itu, jika pembaca harus mengundurkan diri, sebaiknya lakukan secara senyap, tidak dalam sikap protes atau menyerang, namun lebih instrofeksi dan refleksi. Hal ini akan membantu untuk merenungkan apakah pilihan mengundurkan diri tersebut baik untuk kedua pihak. Sangat mungkin suatu waktu baik Anda dan organisasi kembali bekerjasama tanpa harus kehilangan muka. Ada pepatah mengatakan, jangan bakar jembatannya, sebab Anda bisa saja suatu waktu membutuhkan jembatan itu kembali.


Admin, BPP

foto, google, corporate culture post

Komentar0

Type above and press Enter to search.