Kita mungkin masih ingat bagaimana beliau merupakan orang atau petinggi pertama yang bersedia dijadikan uji coba vaksin Covid dan memimpin langsung keluar dari ancaman kematian massal yang berpotensi membangkrutkan sebuah negara. Kita juga tahu, bagaimana diakhir masa kepemimpinan perlawanan dan serangan politik terhadap dirinya "hampir" menjungkalkannya dari kursi kepresidenan. Kini, Beliau diujung masa tugas dan segera meninggalkan istana negara.
Setelah berbagai media meributkan perihal kepastian apakah Ia akan langsung pulang atau menghadiri pelantikan, kementerian sekertaris negara, Praktino" memastikan bahwa Jokowi akan menghadiri pelantikan presiden ke-8. Banyak kalangan yang anti terhadap Jokowi mengharapkan presiden Jokowi untuk tidak menghadirinya, sementara para loyalis megharapkan Jokowi akan tetap pada track atau jalur formal ketatanegaraan yakni menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.
Hal yang menarik di luar pertanyaan dan jawaban apakah akan hadir pada pelantikan Prabowo, Jokowi menyampaikan keinginannya untuk segera kembali ke Solo dan "tidur". Sebuah ungkapan "sederhana yang menjelaskan kepada kita fungsi raga yang selama ini mungkin kurang mendapatkan perhatian karena padatnya aktivitas kepresidenan.
Menurut Praktikno, beliau sudah mencicil persiapkan dengan berkemas-kemas. Dalam dunia politik, setiap perkataan presiden dan orang dekat presiden senantiasa penuh makna. Sekalipun kata tersebut adalah ungkapan sebenarnya, senyatanya, namun ditelinga, benak dan ucapan lawan politik akan ditafsir secara "kompleks".
Banyak pihak, baik yang pro dan kontra, menanti langkah politik Jokowi. Apakah benar Jokowi hanya akan menjadi orang desa biasa? Dan membiarkan Gibran seorang diri? Hal itu tentu agak sulit dimengerti apabila langkah "berhenti" dari dunia politik diambil ditengah kenyataan serangan politik yang membombardir anak-anak dan keluarganya. Pastinya Jokowi tidak akan tinggal diam sekalipun wajahnya menunjukkan sikap diam dan tenang.
Jokowi adalah politisi yang "teduh" namun senantiasa memiliki arus yang mengalir jauh di kedalaman air. Jokowi masih memiliki agenda yang belum selesai sebagaimana belum rampungnya IKN dan belum kuatnya kebijakan hilirisasi pertambangan yang sangat menentukan bagi hajat hidup orang banyak. Dengan kata lain, Jokowi belum "tua" dalam lintasan dan panggung politik.
Lantas, Quo Vadis Jokowi? Kita tunggu saja petunjuk-petunjuk mikro yang mungkin sudah mulai di "on-kan" oleh tim loyalisnya. Setidaknya, bagi kebanyakan loyalis dan tentu konstituen yang memilih Gibran akan setia menantikan "bisikan" Jokow!
Admin BPP
foto, Kompas.
Komentar0