Bagaimna dengan mereka yang sudah pasang kuda-kuda, berseberangan sejak dahulu? Tentu, celah permintaan maaf dan tangisan Sang Presiden dipandang sebagai kesempatan, opportunity dalam melakukan "tekanan" dan pembentukan opini yang harapannya tentu memperbesar peluang mereka didukung, dan terus menjadi pengikut yang militan.
Sebut saja, oleh beberapa elite partai, perilaku politik Sang Presiden yang meminta maaf dan menangis merupakan perilaku tidak pada tempatnya. Dari pada mengedepankan permintaan maaf lebih baik menyampaikan pertanggungjawaban ke pada rakyat.
Tentu, tangisan dan permintaan maaf Sang Presiden ini, bagi sebagain pihak lainnya, menimbulkan tanda tanya yang belum jelas jawabannya. Terhadap hal apa Sang Presiden menyampaikan permohonan maaf yang disertai tetesan air mata tersebut? Apakah ada kejahatan lain yang tak terkatakan yang telah dilakukannya? Apakah itu menyangkut kesalahan dirinya, atau kesalahan pihak lain yang diketahuinya namun tidak kuasa "mengadilinya".
Tanda tanya dan "ketiadaan" jawaban yang pasti apa makna dibalik permohonan maaf dan tangisan Sang Presiden pada akhirnya menimbulkan ruang kosong yang maha lebar. Ruang kosong inilah yang kemudian cepat-cepat diisi oleh sebagian pihak yang bisa saja "boroknya" segera terbongkar dan melakukan "Serangan perdana" sebelum benar-benar diserang oleh Sang Presiden di masa akhir jabatannya.
Kondisi ini tentu akan dipakai oleh semua pihak yang merasa perlu memanfaatkannya demi mendapatkan panggung politik atau kamuplase dengan pelanggarannya personalnya, atau kelompoknya. Setidaknya publik perlu cerdas untuk tidak mudah hanyut dalam ragam tafsir kepentingan politik sesaat atas tangisan dan permohonan maaf Sang Presiden.
Admin BPP
foto: google, PDIP
Komentar1
air mata itu memang misteri, entahlah.....ada banyak hal yang mrendasarinya, sedih, senang, gembira, atau ,mungkin juga ada beberapa kesalasan tapi terpaksa dilakukan demi kepentingan bangsa, atau hal2 lain yang berkecamuk tapi tidak bisa diungkapkan ? hanya beliau yang tahu
BalasHapus