Dalam zikir dan doa kebangsaan, Jokowi, presiden Indonesia , dengan wajah sedih mencurahkan air mata. Dengan berlinangan air mata, Ia meminta maaf, atas nama presiden dan wakil presiden karena tidak dapat menyenangkan semua pihak.
Tangisan dan permohonan maaf tersebut mengundang banyak reaksi. Para lawan politik Jokowi berusaha menggiring opini publik untuk memaknai bahwa akhirnya Jokowi menyadari kesalahannya. Jokowi pada akhirnya tiba pada kondisi sebagaimana yang mereka sangkakan yakni membawa bangsa Indonesia kepada "kehancuran". Sementara reaksi lawan politik Jokowi ini dipandang "salah tafsir" oleh pendukung Jokowi.
Bagi pendukung Jokowi, permintaan maaf ini lahir dari kondisi "tersentuh". Sebuah momen relegius yang siapapun insan beragama akan berada pada situasi "emosional" yang sama. Bagi seorang pemimpin bangsa yang besar, Jokowi paham benar bahwa ada sisi kepemimpinan yang belum berhasil dikerjakannya. Tentu Ia menyadari bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diputuskan dengan otoritasnya sendiri. Misalkan soal piala dunia U-20. Ada kekuatan lain yang juga turut menentukan bahkan memiliki power lebih besar darinya.
Dalam konteks politik, tentu seorang presiden bukan penentu kebijakan tunggal. Ada partisipasi pemilik modal (finansial) yang senantiasa berada dalam jarak dekat yang akan mendikte berbagai kebijakan. Belum lagi tekanan dari partai yang mengusungnya. Ditambah dengan lingkungan pengaruh masyarakat global seperti tekanan negara-negara adidaya, adanya warisan kontrak atau ijin mengikat pengelolaan sumber daya alam yang sifatnya dititipkan oleh pemerintah sebelumnya.
Karena itu, momen tangisan Jokowi sebagai sebuah "residu" atau endapan persoalan yang "tidak mampu" Ia selesaikan. Bahkan di ujung kepemimpinan Ia "harus" pisah kongsi dengan partai yang turut membesarkan dirinya dan keluarga. Tentu ini merupakan sebuah "tragedi" yang tidak pernah dibayangkannya. Nasib berkata lain, dengan rasa pahit harus memutuskan mempertaruhkan masa depan politiknya untuk sebuah tujuan yang diyakini harus ditempuhnya.
Tangisan itu adalah ungkapan hati yang pedih, namun Ia tetap harus menegakkan kepala untuk menatap masa depan yang dicita-citakan oleh bangsa, negara ini.
Admin BPP
Foto, google, detikcom
Komentar0