.jpeg)
Merapatnya semua partai-partai di kubu KIM PLUS menjadikan PDIP sebagai partai yang kehabisan kawan politik untuk diajak berkoalisi. Hal ini membuat PDIP perlu menghitung kembali peluang mereka untuk memenangkan pertarungan yang tidak mudah. Istilahnya mereka sedang 'dikeroyok".
Jika menengok ke dalam, khususnya ketersediaan kader yang dipandang lawan "seimbang" Ridwan kamil, PDIP main mata dengan Anies Baswedan, eks calon presiden yang bisa menggungguli calon dari partai mereka. Artinya, berdasarkan pengalaman pilpres ini, PDIP akan sulit jika mengawabikan Anies.
Dengan kata lain, hanya Anies yang bisa menyelamatkan wajah PDIP. Sekalipun kita tahu bahwa Anies tanpa PKS, PKB, NASDEM bukanlah Anies sebagaimana yang kita saksikan di pilpres. Anies hanya menyisakan beberapa persen dari pendukung setianya.
Sekalipun gabungan antara Anies dan PDIP, diperkirakan belum mampu mengatasi koalisi raksasa KIM PLUS. Karena itu, PDIP mencoba menambah kemungkinan dengan isu kader asli Betawi yakni Rano Karno.
Terlepas dari siapa yang akan diusung, apakah kader sendiri atau gabungan dari luar partai, PDIP akan tetap dibayang-bayangi oleh potensi munculnya kegalauan. Jika tidak merangkul Anies, PDIP akan sulit untuk meraih suara yang signifikan mengingat Anies adalah mantan Gubernur DKI yang memiliki pengikut yang cukup banyak di DKI. Namun jika mengusungnya, maka potensi serangan luar terhadap jati diri akan membayangi. Dan bisa jadi akan menular di pilkada daerah lainnya.
Akan ada efek domino keluarnya konstituen dari partai PDIP. Mereka khususnya kader-kader ideologis yang akan memandang PDIP telah jatuh dalam pertimbangan "Pragmatis". PDIP di titik ini seolah sedang berada di titik persimpangan jalan. Sulit memutuskan terus, berbelok ke mana.
Admin BPP
Foto: google, dirgantaraonline
.gif)
.gif)
Komentar0