GUA0GfA9TpA5GUGlTfYiGUG6TY==

MENJADI FILSUF KRITIS

Tidak sedikit yang belajar filsafat merindukan kemampuan berpikir kritis. Kerinduan ini memang benar. Setiap pembelajar filsafat yang baik akan memeroleh kompetensi atau kemampuan berpikir kritis.

Disamping kemampuan berpikir kritis, pembelajar filsafat akan memiliki kemampuan membebaskan diri dari sikap memegang keyakinan intelektualnya laksana memegang keyakinan agamis dogmatis. Berfilsafat tentu akan membawa seseorang pada  kesediaan melepaskan dogma-dogma tertentu sekiranya dalam jelajah filsafatnya dijumpai kesangsian pada simpulan dogmatis.

Pembelajar filsafat kritis dikondisikan untuk memiliki kemampuan membangun disksusi dalam durasi panjang, bahkan selama diskusi tersebut membawa pada kemajuan sekalipun rekan berfilsafat kritis kukuh dalam pendirian masing-masing. Pendek kata, filsafat kritis belajar dan akan terbiasa nantinya dengan sikap dan pikiran yang berbeda. Perbedaan sikap dan hasil berpikir senantiasa dimungkinkan selama tetap pada jalur argumentatif, bernalar dan berbasis pada pengajuan fakta dan data.

Menjadi filsuf kritis membawa kita pada pemisahan tegas antara kesukaan mengumpulkan data-data tanpa kesediaan mempertanyakan kembali asumsi kebenaran yang dikandung dalam data dan informasi yang kita miliki. Sikap membela pandangan atau keyakinan tanpa kesediaan meragukannya hanya membawa pembelajar fiksafat kritis tiba pada kondisi yang tidak "tervalidasi". Artinya tidak akan tahu keyakinan yang dipegang itu faktual atau kebenaran falsu.

Pembelajaran filsafat kritis membuka ruang bagi seseorang menikmati kondisi mandiri dalam berpikir. Kondisi ini sangat dibutuhkan agar aktivitas berpikir mandiri tersebut mengantar seseorang berpikir orisinil. Dapat menyumbangkan pikiran yang belum terpikirkan oleh filsuf kritis sebelumnya. 

Dengan kata lain, pembelajar filsafat kritis adalah pribadi-pribadi pembaharu. Aktivitas berpikir kritis bukanlah kegiatan memulung informasi dan mendiamkannya serta mencomotnya jika dibutuhkan. Selalu saja pembelajar filsafat perlu mengolah dan menguji apakah data dan informasi yang ditelaah layak untuk diyakini sebagai sistem nilai bagi kebaikan khalayak.

Siapapun yang ingin memiliki pikiran kritis kepadanya dituntut sikap terbuka pada koreksi. Baik pada upaya mengoreksi pikiran orang lain, maupun pada pikirannya sendiri. Sikap mengidolakan seseorang hendaknya dijauhkan. Seorang pemikir kritis adalah pribadi yang berani berseberangan bahkan melintas di jalan-jalan sunyi permenungan.

Admin BPP

Foto: google, Jawa Pos

Komentar0

Type above and press Enter to search.